Malam Jum’at yang ‘mengagumkan’
By: Oktavi Andaresta, HI UGM ’07, 27 Maret 2008
Frase 1:
“Aku ingin memiliki tangan sebesar bumi…”
“Untuk menguasai dunia?”
“Bukan, untuk melakukan beragam kegilaan dan kebodohan yang bisa menjadi bukti kecintaanku pada ‘cahaya’”
“Misalnya?”
“Untuk menutup seluruh permukaan langit dengan telapkku agar tak ada satupun pijaran dari atas. Dari bulan, bintang, bahkan matahari yang bisa mengganggu suaku dengan ‘cahaya’”
“Mengganggu?”
“Ya. Mengganggu. Pijar mereka akan meredupkan ‘cahaya’ yang dipancarkan olehnya. Aku hanya ingin melihat dan menikmati ‘cahaya’-nya sendiri. Sendirian. Hanya ia dan aku.”
“Kalau begitu kau egois.”
“Cinta memang akan membuat siapapun jadi egois.”
“Termasuk menyakiti ‘cahaya’-mu satu-satunya?”
“…”
“Karena dia diciptakan untuk membagi sinarnya kepada semua makhluk. Menerangi mereka. Tapi kau justru mencegah dan menyimpan ‘cahaya’-nya untuk dirimu sendiri.”
“Tapi aku tidak akan bahagia jika tidak memilikinya!”
“Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang bisa merasakan bahagia jika kau membiarkannya terkurung.”
“Aku tidak akan mengurungnya! Aku hanya akan menggenggamnya! Menggenggam pancarannya!”
“Kau tidak peduli pada orang lain?”
“Masa bodoh! Cintalah yang membuatku egois seperti ini!”
“Dan kini kau menyalahkan cinta. Ketahuilah bahwa ‘terang’ yang telah membuatmu gila saat ini sedang beredih hati.”
“Benarkah demikian? Bagaimana bisa?”
“Sebab gadis yang dicintainya telah membuat keputusan yang salah dengan tidak membagi kebahagiaannya kepada orang lain dan menorehkan luka pada sucinya cinta sebagai penyebab semua kebodohan yang engkau lakukan.”
“Apakah itu yang ‘terang’ katakan?”
“Ya. Itu yang AKU katakan.”
Frase 2:
Takdir itu indah, sayang…
Ialah yang menuntunku menyeberangi laut dan samudera
Menggerogoti semua ketakutan yang membuncah
Menumpuk benih-benih harapan yang ku tak yakin kan bersemai
Sebegitu mahal harga sebuah nyali.
Keberanian yang aku butuhkan ternyata tidak tertahankan
Aku menghadapi diri sendiri, musuh terbesarku.
Garis nasib itu manis, sayang…
Asa yang perlahan jadi semai mulai menuntunku
Membuatku cukup kuat bertopang diatas kaki sendiri
Mendorongku untuk tahan akan badai yang menghempas perahu impian.
Aku, ternyata, sampai disini.
Hidup itu mengagumkan, sayang…
Namun ia tak kan jadi begitu luar biasa
Namun ia tak pantas masuk ke kotak kenangan
Bahkan ia tak bisa diingat setelah kematian
Jika aku tidak menemukanmu…
Aih,
Dan akhirnya
Kematianku adalah perjalanan terbesar yang menggembirakan, sayang…
Sebagai pendampingmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar